Friday, 20 April 2018

APA KABAR TAMBAK UDANG DIPASENA PROVINSI LAMPUNG

Beberapa saat yang lalu saya menonton sebuat acara yang ditayangkan televisi swasta yang kalau tidak salah nama programnya Economic Challanges yang mengupas masalah kejayaan tambak udang terbesar didunia yaitu Dipasena dipandu oleh mas Budiman Tanuredjo salah satu wartawan senior, adapun narasumbernya adalah tokoh-tokoh yang sangat luar biasa didunia perikanan Indonesia, salah satunya pak Rokhmin Dahuri, sangat menarik sekali diskusi mereka, penuh dengan ide dan gagasan, menyuguhkan data-data yang bisa dipertanggungjawabkan, dan yang tak kalah menariknya adalah bahwa tambak udang Dipasena adalah tambak udang terbesar didunia, lalu bagaimana nasibnya sekarang,,,???


Kalau tidak salah pada tahun 1990 Dipasena sangat terkenal pada saat itu,
karena merupakan salah satu tambak udang terbesar didunia, yang luas tambaknya mencapai 16.250 hektar lahan tambak yang dikelola secara baik dan menggunakan tekhnologi tinggi pada saat itu, mau tau siapa big bosnya ya,,, dia adalah seorang taipan, pengusaha besar di Indonesia namanya Sjamsul Nursalim, pemilik perusahaan PT. Dipasena Citra Dermaja. sekedar anda ketahui pada saat itu tekhnologi untuk membudidayakan udang ditambak masih sangat minim, dan sebagian petambak udang masih menggunakan sistem tradisional, tetapi tambak udang Dipasena sudah menggunakan sistem intensif dengan kurang lebih 9.000 petambak plasma dan mempekerjakan belasan ribu karyawan bisa dibayangkan bagaimana perputaran uang didalamnya, pasti hanya satu kata wooow...!! 

seharusnya dengan hitung-hitungan seperti diatas Dipasena bisa mensejahterakan karyawan maupun petani tambak udang ya,, tetapi pada kenyataannya Dipasena sekarang hanya tinggal kenangan, apa yang salah dengan Dipasena ? saya kira begini,, alasan kenapa Dipasena tidak bisa bertahan lama padahal dengan tekhnologi dan fasilitas pendukung lainnya tidak ada alasan harus bubar, bayangkan saja tenaga ahli semua tersedia, infrastruktur juga lengkap, mulai dari listrik sendiri, hatchery sendiri dengan kapasitas produksi ratusan juta benur,  pabrik pakan sendiri sampai punya pengolahan udang hasil budidaya sendiri, banyak orang berbondong-bondong untuk mengadu nasib disana yang walaupun tak bisa bertahan lama, ada yang salah dengan sistem disana, saya menyimpulkan karena tidak adanya keadilan sisoal, dimana perusahaan menjadikan petani sebagai mesin pencetak uang bukan sebagai mitra yang baik yang saling menguntungkan, ada yang salah dengan pengelolaan terutama antara pengeluaran dan pemasukan dari petani itu sendiri, bahasa sederhananya terkadang petani nasibnya besar pasak dari pada tiang, besar pengeluaran daripada pemasukan, contoh,,, harga benur, harga pakan cendrung lebih tinggi dari pada harga dipasaran, sementara harga jual udang dipatok murah dari pada harga pasaran juga, ini saya rasakan sendiri dan biasa saya menjumpai kasus-kasus seperti itu, baik pembudidaya udang maupun pembudidaya ikan, mereka cendrung diikat dengan bantuan-bantuan tetapi disisi lain hasil jerih payahnya dihargai sangat kecil sehingga mereka terkadang cenderung ujung-ujungnya berhutang.

ini masukan kepada pemerintah agar memperhatikan praktik-praktik seperti saya sebutkan diatas bukan saja dulu di Dipasena, tetapi hal tersebut masih terjadi saat ini dan itu didepan mata kita, sampai kapanpun baik nelayan budidaya maupun nelayan tangkap tidak akan pernah mencapai kesuksesan apabila mereka tidak dibina dan diarahkan sedemikian rupa supaya bisa mandiri, dan menikmati hasi keringat mereka sesuai dengan apa yang mereka harapkan, saya kira perlu adanya pendidikan keorganisasian disetiap sektor perikanan diamana organisasi atau kelompok kerja akan menjadi wadah bagi mereka, diperlukannya sistem permodalan yang berkesinambungan yang akan membantu mereka, saya melihat seandainya mereka diberikan program asuransi alangkah baiknya dan akan menjamin masa depan mereka karena asuransi juga sangat penting, semoga masyarakat pembudidaya mulai bergerak bukan hanya memikirkan langkah tekhnis budidaya melainkan mulai bergerak untuk planing ke arah jangka panjang yang lebih sustainable dan pemerintah lebih memberikan program-program yang nyata yag bersentuhan langsung, supaya ada Dipasena-dipasena lain di negara kita yang walaupun tidak sebesar Dipasena yang dulu, tetapi Dipasena yang akan membawa nama baik negara ini, mensejahterakan petaninya, dan tentu saja berkelanjutan..
salam..


No comments: